Widget HTML Atas

6 POLA REBOISASI Lahan Perkebunan Kota dan di Desa

Reboisasi merupakan istilah yang digunakan untuk memberi konotasi bermakna "penghijauan". Dalam hal ini penghijauan yang dimaksudkan yakni penghijauan lahan pertanian maupun lahan yang kosong, tandus, dan kurang difungsikan, baik itu pada lahan-lahan di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan.

Adanya reboisasi lahan tentu akan menjadi hal yang sangat positif untuk membuat keberlangsungan keanekaragaman hayati terutama tumbuhan dapat hidup optimal di bumi, sehingga perananannya sebagai makhluk hidup autotrof bisa memberi sumbangsih kepada makhluk hidup lainnya. Reboisasi tidak hanya dilakukan di hutan-hutan yang gundul saja, akan tetapi dapat dilakukan di daerah-daerah yang memiliki lahan gersang, tandus, dan memiliki tekstur tanah kurang subur.

Budidaya Buah Pare Pahit di Halaman Rumah
Hasil Lumayan, Budidaya Buah Pare Pahit di Halaman Rumah, Foto Original By: guruilmuan.blogspot.co.id
Lahan-lahan perkebunan yang ada di daerah desa umumnya hanya ditanami jenis tanaman-tanaman dikotil tanpa diimbangi dengan penanaman jenis tumbuh-tumbuhan monokotil. Dimana tumbuhan dikotil ini sangat mendominasi, sehingga kehijauan suatu lahan pada suatu wilayah tersebut hanya didominasi oleh tumbuhan-tumbuhan dengan perawakan tinggi menyerupai jati, sengon, mangga, nangka, kopi, kakao, dan lainnya. Padahal, tanaman monokotil (berakar serabut) seharusnya bisa mengimbangi komposisi lahan yang ada sehingga akan membuat lahan di daerah tersebut semakin hijau. Misalnya, penanaman tumbuhan holtikultura monokotil menyerupai bayam, kangkung, sawi, lada, tomat, serta tumbuhan herbal menyerupai kencur, kemangi, laos, kunyit, meniran, ciplukan justru ini akan jauh lebih baik, sehingga lahan yang kosong dapat dioptimalkan dengan baik.

Support (dukungan) untuk reboisasi pengelolaan lahan perkebunan di kota dan desa semestinya sudah harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dari tiap-tiap individu. Berikut ini ada 6 hal-hal yang semestinya harus dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat dalam mendukung konsepsi pola reboisasi pengelolaan lahan perkebunan baik itu di kota maupun di desa.

1. Pola Reklamasi Lahan

Menurut pengertiannya secara tata bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata bahasa inggris, yakni "to reclaim", yang artinya memperbaiki sesuatu hal yang telah rusak. Secara spesifik dalam kamus bahasa Inggris - Indonesia, disebutkan bahwa arti kata reclaim sebagai mengakibatkan tanah (from the sea). Metode reklamasi merupakan cara atau upaya yang dilakukan oleh insan  untuk merubah suatu lingkungan alam menjadi lingkungan buatan. Reklamasi pengelolaan lahan (reboisasi) bertujuan untuk meningkatkan sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase ( UU nomor 27 tahun 2007).

Pada dasarnya reklamasi bertujuan untuk mengeringkan lahan yang telah berair kemudian dialihfungsikan menjadi lahan yang lebih produktif menyerupai dijadikan area perkebunan, lahan pertanian, dan yang lainnya. Reklamasi tidak hanya sebatas dilakukan pada daerah-daerah pantai, danau, aliran bekas waduk/sungai, sawah saja, akan tetapi bagi daerah-daerah di pedesaan terutama yang berdekatan dengan area persawahan maupun rawa-rawa, metode reklamasi ini sangat tepat, tak terkecuali untuk daerah di perkotaan.

Daerah perkotaan juga dapat dijadikan tempat atau tujuan reklamasi yang dilakukan tidak hanya kepada pemerintah saja, akan tetapi penghuni rumah (keluarga) dapat memanfaatkan lahannya untuk direklamasi. Sebagai contoh, apabila di sekitaran rumah terdapat suatu lahan yang jikalau pada demam isu hujan selalu tergenangi air dan pada karenanya becek, maka dapat dilakukan proses reklamasi tempat perumahan baik di tingkat RT maupun tingkat kecamatan. Metode reklamasi ini bahwasanya mudah, jadi setelah lahan yang berair dialihfungsikan menjadi lahan kering, maka selanjutnya lahan tersebut dapat diolah kembali menjadi sesuatu hal yang lebih berdaya guna, misalnya dibuat daerah-daerah perkebunan untuk perumahan, pertanian dan yang lainnya.

Biasanya metode reklamasi ini akan jauh lebih menguntungkan apabila di dalamnya ditanami beberapa jenis tanaman holtikultura yang lebih bermanfaat, baik itu tanaman sayur maupun tanaman buah. Diperkotaan, lahan-lahan sempit di samping halaman rumah dapat dibuat metode reklamasi, dengan cara menggunakan teknik bertanam menggunakan sistem bedengan ataupun sistem guludan, atau menggunakan sistem pertanian vertikultur dan hidroponik yang menggunakan bahan-bahan bekas menyerupai botol minuman bekas, paralon, pot polybag, dan yang lainnya. Dengan cara ini jadwal reboisasi lahan dapat terwujud, karena lahanlahan perkebunan yang telah terisi beragam jenis tanaman dapat memberi dampak kehijauan lahan.

2. Pola Satu Rumah Satu Kebun

Barangkali di daerah tempat Anda tinggal ada jadwal "satu rumah satu kebun", tapi sepertinya belum ada ya?. Nah, jadwal atau metode satu rumah satu kebun ini ternyata dapat diterapkan di lingkungan daerah Anda, atau di lingkungan keluarga Anda sendiri. Kaprikornus masing-masing kapala keluarga wajib memiliki kebun yang disediakan di halaman rumahnya (khusus di perkotaan). Tiap kebun yang disiapkan lalu diolah dan ditanami dengan aneka macam jenis tanaman rumahan, yang jikalau sewaktu-waktu akan membuat menu masakan (kuliner) dapat eksklusif memetik hasil dari lahan pertanian yang dikembangkannya, sehingga akan lebih menghemat uang untuk membeli sayur dan buah yang biasanya diperjualkan dengan harga cukup mahal.

Jika pihak keluarga tersebut mempunyai belum dewasa yang sudah cukup umur dan berkeluarga, atau yang masih mengikuti jenjang pendidikan, maka pihak kepala keluarga yang umurnya lebih tinggi senantiasa menunjukkan pengetahuan dan pemahaman kepada mereka ihwal pentingnya berkebun di sekitar rumah. Kepala keluarga (ibu dan ayah) yang memahami konsep metode satu rumah satu kebun ini harus melaksanakan sosialisasi tidak hanya sebatas pada anggota keluarganya saja, akan tetapi orang lain dan tetangga, rekan kantor, rekan kerja, dan yang lainnya juga wajib disosialisasikan.

Apabila mereka sudah paham ihwal konsep metode satu rumah satu kebun ini, maka langkah berikutnya yakni melaksanakan implementasi (praktek langsung) dan menunjukkan pola konkrit kepada mereka. Seorang ayah/ibu yang sudah paham ihwal metode ini dapat mengajak anak-anaknya untuk gemar berkebun, didiklah mereka dengan cara mengajaknya berkebun di sekitar halaman rumah, misalnya ajak mereka untuk menanam tanaman holtikultura yang penting dibutuhkan dalam kebutuhan sehari-hari menyerupai tanaman lobak, cabai, sawi, kangkung, tomat, genjer, seledri, tanaman strawberry yang ditanam di dalam pot, bayam, markisa, dan yang lainnya. Dengan melaksanakan jadwal pembelajaran eksklusif ke lapangan, maka anak akan jauh lebih menguasai tatacara bertanam, dan tentu si anak akan mempunyai pengalaman gres yang bermakna, semakin mencintai lingkungan hidup, dapat memberi edukasi kepada anak untuk lebih hobi menanam, serta kegiatan positif menyerupai ini akan menyenangkan bagi si anak tersebut dan bahkan akan dilanjutkannya hingga ke masa yang akan datang.

3. Pola Monokotil - Dikotil

Permasalahan yang seringkali terlihat di daerah perkotaan dan di pedesaan yakni dilema ihwal lingkungan hidup, yakni pemanfaatan lahan perkebunan yang kurang memperhatikan komposisi jenis tanaman yang seharusnya ditanam pada lahan perkebunan itu sendiri. Banyak masyarakat petani yang tidak menyadari akan hal ini, dimana kebanyakan mereka hanya menanami lahan perkebunan yang kosong dengan beberapa jenis tumbuhan dikotil tanpa diimbangi dengan penanaman jenis tanaman monokotil. Sebagai pola di daerah perkebunan warga yang tinggal di daerah pedesaan, dalam skala rumahan, kebanyakan dari mereka hanya lebih mengutamakan pola penanaman jenis tumbuhan berpostur tinggi yang berkayu (dikotil) menyerupai mangga, jeruk nipis, anggur, rambutan, jati, petai, dan lainnya, tanpa adanya penanaman tumbuhan monokotil yang sebagian besar yakni tanaman sayur (bayam, tomat, cabai, gambas/oyong, jagung, kedelai, kacang tanah, seledri, gambas/oyong, pare belut, pare pahit, dan lainnya) maupun ditanami buah-buahan.

Hasil Otimal, Budidaya Gambas Di Kebun, Lahan Kaprikornus Hijau
Hasil Otimal, Budidaya Gambas Di Kebun, Lahan Kaprikornus Hijau - foto asli: guruilmuan.blogspot.co.id


Langkah yang paling sempurna dalam bercocok tanam dalam dunia pertanian yakni menyatupadukan jenis tanaman monokotil dan dikotil yang ditanam pada suatu lahan perkebunan. Kaprikornus intinya, setiap menanam puluhan tumbuhan monokotil, maka disitu juga harus ada tumbuhan dikotil yang ditanam, sehingga lahan yang ada semakin hijau dan menghasilkan produktivitas pertanian yang tinggi dan bermutu.

4. Metode/Pola Tumpangsari

Metode tumpangsari memang terbilang cukup indah diterapkan untuk pola penanaman tanaman di daerah-daerah perkebunan skala kecil, menengah, atau dalam skala besar. Baik di daerah perkotaan yang lahannya sempit dan dipedesaan, kebutuhan suatu lahan untuk ditanami aneka macam jenis tanaman holtikultura memang terbilang sangat penting, yakni memanfaatkan lahan dengan metode tumpang sari. Metode tumpangsari yaitu metode penanaman dua atau lebih tanaman secara bersamaan atau dengan satu interval waktu yang relatif singkat pada sebidang lahan/tanah yang sama. Tumpang sari ini biasanya dilakukan dengan menanami aneka macam jenis tanaman holtikultura secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tujuan dari tumpangsari yakni untuk memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya, sehingga banyak ragam tanaman yang mengisi komposisi lahan sesuai yang diharapkan.

Pengaturan sifat perakaran tanaman juga sangat penting untuk mengindarkan persaingan unsur hara, air. Jadi, sistem perakaran yang dalam dapat ditumpangsarikan dengan tanaman yang memiliki akar dangkal. Tanaman monokotil biasanya memiliki sistem perakaran dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku, sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki sistem perakaran tunggang. Dalam pengaturan penanaman tanaman secara tumpangsari dilihat dari sifat perakarannya, maka dapat diberikan pola menyerupai tanaman jagung ditumpangsarikan dengan tanaman jeruk manis dalam satu baris lahan, karena jagung berakar serabut, sementara tanaman jeruk manis berakar tunggang, maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam perembesan unsur hara dari dalam tanah. Metode bertanam dengan tumpang sari dapat juga dilakukan antara tanaman semusim dengan tanaman semusim lainnya, misalnya antara jagung dan kacang-kacangan. Jagung menghendaki unsur Nitrogen (N) yang tinggi, sedangkan jagung tanaman kacang-kacangan tidak terlalu terganggu pertumbuhannya karena sedikit terlindungi oleh jagung. Kekurangan nitrogen oleh jagung juga dapat terpenuhi oleh kacang-kacangan, karena tumbuhan kacang-kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas di lingkungan. (Dasar-Dasar Agronomi Edisi Revisi, Oleh: Prof. Dr. Hasan Basri Jumin, M.Sc., Tahun 2008, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta).

Metode tumpang sari sudah lama diterapkan dalam dunia pertanian baik di Nasional maupun skala Internasional. Indonesia semenjak periode kepemimpinan bapak Soeharto, waktu itu sistem pertanian secara tumpangsari ini telah mendongkrak hasil panen rakyat Indonesia dalam jumlah besar-besaran, serta meningkatkan devisa negara. Selain itu, para pakar pertanian, telah sepakat bahwa tumpangsari yakni salah satu alternatif cara untuk melaksanakan reboisasi lahan, baik untuk skala pendek atau jangka panjang.

5. Pola/Metode Hemat Lahan

Metode hemat lahan merupakan metode yang dilakukan untuk melaksanakan reboisasi melalui cara-cara sederhana, menggunakan perangkat teknologi pertanian modern maupun teknologi buatan, serta menjamin upaya untuk menghemat lahan semaksimal mungkin untuk ditanami aneka macam jenis macam tanaman tanpa merusak struktur lahan. Metode hemat lahan ini dapat ditempuh melalui aneka macam macam cara menyerupai dengan teknik vertikultur, teknik hidroponik, pertanian monokultur, dan yang lainnya. Metode hemat lahan paling cocok diterapkan di daerah-daerah tempat perkotaan, karena di daerah tersebut memiliki lahan yang cukup sempit. Di Jakarta dan Jepang, serta negara maju lahan pertanian bahkan semakin berkurang tanggapan adanya pengalihfungsian lahan menjadi gedung-gedung pencakar langit maupun daerah pemukiman dan jalan raya, sehingga banyak masyarakat disana yang mencoba melaksanakan teknik berkebun dengan sistem hemat lahan, baik itu secara vertikultur maupun secara hidroponik dan yang lainnya.

Pertanian hidroponik di daerah perkotaan, biasanya menanam jenis tanaman tertentu tanpa menggunakan tanah, artinya mereka menggunakan substansi lain guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman. Tanaman hiasa menyerupai anggrek, beberapa jenis tanaman sayur maupun buah juga banyak yang dilakukan secara hidroponik di kebun milik mereka. Selain itu, pertanian vertikultur di perkotaan semakin marak, dan hal ini sangat positif sekali dalam upaya penghijauan lahan di daerah tempat tersebut. Pertanian secara vertikultur terbilang sangat menghemat lahan, media yang digunakan dapat berupa kaleng-keleng makanan/minuman bekas, botol-botol minuman bekas, paralon/PVC, dan yang lainnya.

6. Pola Sayur dan Buah

Penghijauan lahan dengan sistem atau pola sayur dan buah memang sudah hampir dilakukan di daerah-daerah di pedesaan, namun di sisi lain, di daerah perkotaan jumlahnya lebih sedikit sehingga perlu segera disadari secara bersama untuk terus-menerus berprinsip bahwa lahan di sekitar tempat tinggal Anda membutuhkan bentuk kasih sayang, yakni dengan cara dimanfaatkan sebaik mungkin. Cara pemanfaatan yang sempurna yakni dengan cara berkebun, yakni menggunakan salah satu pola yang sudah terbukti ampuh yaitu dengan pola sayur dan buah. Maksud dari pola sayur dan buah yakni proses menanam aneka macam jenis tanaman pada suatu lahan kebun tertentu, kemudian komposisi yang harus ada pada kebun tersebut yakni khusus tanaman dari jenis sayur-mayur dan buah yang usianya relatif pendek (hanya satu kali tanam) dan menjadi kebutuhan sehari-hari bukan untuk jenis tanaman sayur yang lama masa hidupnya. Sebagai pola jenis tanaman pertanian yang memiliki masa hidup/usia relatif pendek menyerupai kangkung, sawi, wortel, anggur, strawberry, cabai, melon, tomat. Sementara itu, untuk jenis tanaman yang memiliki usia pertumbuhan yang panjang/lama masa hidupnya menyerupai nangka, sawo, mangga, keluweh, kelengkeng, dan lainnya.

Pola sayur dan buah memang menguntungkan, karena proses budidaya tanaman tersebut hanya sebatas untuk tumbuhan-tumbuhan sayur maupun buah yang usianya hanya satu kali tanam, selebihnya tanah diolah kembali untuk ditanami jenis yang lain dengan usia yang relatif pendek juga. Tentu dengan adanya pola sayur dan buah ini akan semakin diminati oleh kalangan penggemar pertanian holtikultura, karena dengan lahan yang sempit dapat ditanami aneka macam ragam jenis tumbuhan yang lebih berdaya guna bagi kebutuhan sehari-hari, tanpa menunggu lamanya masa panen.

Demikian tadi ulasan tentang: "6 Pola Reboisasi Pengelolaan Lahan Perkebunan Kota dan di Desa". Semoga apa yang telah disampaikan di atas dapat bermanfaat untuk rekan pembaca semuanya. Salam budidaya pertanian, mari berkebun dan silakan luangkan waktu untuk menanami titik-titik daerah perkebunan dengan tanaman sayur mayur dan buah holtikultur, biar lahan yang ada semakin lebih produktif dan berguna.