Widget HTML Atas

Lihatlah Kondisi Real Petani Tentukan Kebijakan yang Tepat Untuknya!!!

Mungkin tidak berlebihan jikalau kita mengatakan bahwa nasib petani sering menjadi kelompok yang dirugikan. Petani merasa menjerit ketika harga gabah yang mereka jual tidak sebanding dengan harga pupuk yang mereka beli , harga pupuk dari tahun ketahun semakin melambung tinggi dan harga gabah malahan sebaliknya. Jeritan kaum petani merupakan suatu perjalanan panjang dalam kehidupannya.
Bukan itu saja bahkan dalam kerangka yang lebih luas petani selalu menjadi objek segala macam kebijakan , dan jarang sekali menjadi subjek dalam kebijakan tersebut. Sebut saja misalnya kaum petani jarang dikutsertakan dalam menentukan kebijakan apa yang seharusnya dilakukan untuk merubah nasibnya sendiri. Tak jarang pula yang terjadi kebijakan akan dilaksanakan sesuai dengan “pesanan atasan proyek” hingga pada duduk perkara untung ruginya. Kaum petani akan menjadi duduk perkara , apabila dihadapkan pada suatu kebijakan yang telah dievaluasi. Kesemua itu telah mewarnai dunia kaum para petani tersebut.

Kalau kita memahami kehidupannya terlihat bahwa segala hal ikhwal disekitar mereka akan sangat sulit ditebak. Sehingga untuk memahami mereka bahwasanya perlu pencermatan serta pemahaman yang seksama. Ketika ada janjkematian di kampuangnya mereka mengorban kepentingannya untuk tidak bekerja guna membantu orang yang ditimpa bencana alam tersebut begitu juga dengan program pesta-pesta lainnya. Mungkin melihat hal tersebut maka dalam melihat sikap petani khususnya di Asia Tengara , James Scott (1990) mengatakan bahwa mereka lebih mendasari tindakan berdasarkan kepada pinsip moral. Keputusan penting dalam acara ekonomi maupun sosial didasarkan pada moral subsistensi bukan atas prinsi-prinsip rasional.

Ungkapan dari Scott tersebut , selanjutnya didukung oleh Boeke dan Geertz. Mereka melihat aspek moral sangat mendominir kehidupan masyarakat petani. Bagi Boeke petani tradisional di Indonesia tidak mempunyai rasionalitas ekonomi , rasional mereka lebih berdasarkan pada kepentingan sosial yang lebih lebih banyak didominasi dan paling menonjol diantara sekian banyak kepentingan. Hal inilah yang mengakibatkan kenapa kehidupan petani tidak begitu baik. Menurut Boeke pembangunan pertanian dan pedesaan berjalan lambat sebab pada dasarnya petani lebih konservatif dan tidak kreatif. Lebih-lebih petani kecil , jadi kemiskinan pedesaan bersumber pada kelambanan petani sendiri.

Pandangan diatas baik itu Scoot , Boeke dan Geertz dibantah oleh Samuel Popkin (1989) , menurut Popkin petani tradisional di Asia Tengara melaksanakan tindakan ekonomi atas dasar prinsip yang rasional. Samuel Popkin melihat bahwa petani bahwasanya ialah individu yang rasional , ibarat orang lain ia juga inggin kaya. Dia yakni bila akomodasi yang selama ini dikelola oleh pemerintah dibuat lebih terbuka maka banyak petani yang akan dapat mengambil manfaat dari hal tersebut. Pandangan Popkin tersebut senada dengan pandangan andal sosiologi interpretatif wacana insan , insan ialah makhluk yang berpikir , bintang film yang kreatif dari realitas sosial , realitas petani sekarang terjadi sebab adanya interpretasi dari stimulus lingkungan yang dihadapinya.

Kalau kita renungkan bahwa pandangan Popkin tersebut ada juga benarnya , kadang jikalau kita tak habis pikir begitu banyak sekat-sekat yang membatasi para petani tersebut untuk maju. Bukan ibarat yang disangsikan oleh Boeke dimana pada dasarnya petani lebih konservatif dan tidak kreatif. Lebih-lebih petani kecil , jadi kemiskinan pedesaan bersumber pada kelambanan petani sendiri. Namun menurut Popkin dimana faktor eksternal yang lebih menonjol dalam memahami kenapa petani selalu hidupnya dirundung malang. Popkin melihat bahwa akomodasi yang selama ini dikelola oleh pemerintah dibuat lebih terbuka maka banyak petani yang akan dapat mengambil manfaat dari hal tersebut.

Perdebatan antara kubu Scoot dan kawan-kawan dan Popkin akan tidak berkesudahan bila kita hanya sekedar memahami petani dalam ruang lingkup tersebut. Namun perlu yang namanya agresi faktual untuk membuat mereka sejahtera. Penghayatan terhadap kedua prinsip tersebut dapat kita jadikan pijakan kecerdikan dalam membangun masyarakat yang hidup dipedesaan terutama para petani.

Fenomena Dewasa Ini

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya tinggal dipedesaan , petani merupakan golongan terbesar dalam cakrawala pedesaan tersebut akan selalu menjadi perhatian penting dalam duduk perkara kebijakan itu sendiri. Sejalan dengan itu duduk perkara kedepan yang dihadapi oleh petani tersebut ialah sebagai berikut :

Pertama , dari segi taraf hidup , petani masih digolongkan kedalam taraf yang memprihatinkan. Hal ini tidak dapat kita pungkiri lagi , sebagai negara agraris petani di Indonesia merupakan sosok petani yang kadang-kadang banyak terugikan oleh kebijakan dari pada keuntungan. Buktinya saja , coba kira renungkan betapa tingginya harga pupuk , obat-obatan untuk kebutuhan pertanian mereka . Harga tersebut tidak seimbang dengan harga jual gabah yang mereka punyai. Apakah kesemuanya itu kesalahan petani atau ada unsure lain. Jawabnya mungkin akhir unsure luar , ibarat kebijakan itu sendiri yang mengakibatkan petani bertambah pada tingkat taraf hidup yang memprihatinkan.


Kedua , dari segi sumberdaya manusia. Dunia petani seakan-akan dunia yang unik bila dibandingkan dengan dunia pedagang , pegawai , penguasaha dan sebagainya. Dunia petani akan selalu dibayang-bayangi oleh kehidupan dengan penuh kesederhanaan , pendidikan yang rendah bila dibandingkan dengan kawasan perkotaan. Argumen tersebut nampaknya tidak terbantahkan , walaupun ada pada daerah-daerah tertentu. Itu hanya merupakan suatu kekecualian. Namun banyak dari kehidupan petani kita yang memiliki sumber daya insan yang tergolong rendah.

Ketiga , dalam proses demokrasi ketika sekarang ini petani yang merupakan golongan mayoritas penduduk Indonesia akan menjadi objek bagi segelintir orang yang mengatas namakan seorang “ penolong “ petani , baik sebagai seorang individu , organisasi hingga kepada partai politik tertentu. Hal tersebut hingga sekarang ini masih berjalan di Negara kita ini.

Apa Yang Harus Dilakukan Untuk Petani Kedepan ??

Melihat duduk perkara yang dihadapi oleh petani kedepan begitu komplek , pertanyaan kita ketika sekarang ini ialah apakah masih ada rasa prihatin kita terhadap petani. Seperti judul goresan pena ini. Jawabnya mutlak harus , sebab begitu pentingnya untuk meningkatkan kesejahteraan golongan ini. Menurut penulis ada beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam meningkatkan kesejahteraan petani tersebut yakni :

Pertama , perlunya kebijakan yang memihak kepada nasib petani itu sendiri. Petani mulailah memperhatikan kondisi riil di lapangan apa yang bahwasanya yang terjadi , apa yang mereka butuhkan dalam kehidupan mereka. Mulailah tidak membuat kebijakan yang ditulis diatas meja tanpa melihat kondisi riil dilapangan. Kebutuhan yang mendesak ketika sekarang ini ialah bagaimana memperhitungkan kebutuhan pokok mereka bias tercapai dengan harga jual mereka. Misalnya saja harga pupuk , obat-obatan yang mereka butuhkan bias rendah sedangkan harga jual gabah bias dinaikkan. Kondisi ini perlu menginggat ketergantungan mereka akan hal tersebut sangat tinggi sekali. Selama kondisi terabaikan oleh kebijakan maka selama itu pula nasib petani akan ibarat ini juga.

Kedua , perlu kiranya penguatan posisi petani baik dalam organisasi yang bersifat formal maupun informal. Saat sekarang ini merupakan ketika demam-demamnya anak bangsa ini akan pemilihan umum. Sesungguhnya merupakan suatu momentum terbaik bagi partai politik untuk meraup bunyi dari para petani tersebut sebab jumlah mereka yang mayoritas. Tetapi bagi partai politik akan merupakan suatu kenaifan bila hanya inggin mengantonggi bunyi dari para petani tapi tidak mensejahterakan bila partainya akan menang.

Ketiga , menghilangkan suatu tendensi yang bersifat negatif pada masyarakat pedesaan itu sendiri. Kenapa hal tersebut perlu menginggat selama ini yang terjadi ialah bahwa sebagian kita mengagap bahwa para petani memiliki mentalitet yang rendah. Seperti pada masyarakat Jawa kita kenal istilah ikhlas saja (pasrah saja. Pertanyaan kita sekarang apakah halnya demikian adanya , mungkin jikalau kita terpengaruh serta menganut prinsip Scott mungkin jawabnya ia , namun jikalau kita menganut prinsip Popkin maka jawabanya tidak. 
Namun realitas dilapangan menyampaikan bahwa bahwasanya para petani sangat tanggap terhadap sesuatu hal terutama yang berkaitan dengan kelangsungan mereka. Sejarah telah menunjukan kepada kita , bagaimana petani tersebut merespon keadaannya ibarat dalam disertasinya Sartono Kartodirjo (1973) yang sangat monumental dengan judul Pemberontakan Petani Banten. Pemberontakan tersebut sebagai bentuk gerakan protes yang salah satunya tidak terlepas dari adanya penguasaan atas modal pokoknya yaitu tanah , mereka merasa dirugikan oleh pemerintah kolonial.

Hipotesa Sartono Kartodirjo boleh dikatakan digarisbawahi oleh teori Scoot (Tjondronegoro ,1999). Mengingat sikap petani yang demikian , kita menginginkan perbaikan nasib hidupnya harus mengerti dahulu sikap kehati-hatian petani itu diakibatkan oleh ketidakpastian wacana resiko. Setiap perjuangan atau pendekatan kepada petani miskin yang akan meningkatkan resiko , pada akibatnya akan mencapai titik yang membuat petani miskin akan memberontak , sebab terus hidup dalam keadaan dipaksankan dengan resiko tinggi tidak ada artinya lagi. Mati , sebagai resiko memberontak , berimbang dengan resioko yang meningkat selama hidup. Di negara kita terjadi protes dan perlawanan dari petani terhadap pemajakan yang terlalu berat , dukungan untuk penguasa , dan curahan tenaga petani kepada tuan tanah misalnya.

Reaksi petani memang tidak selalu pribadi melawan. Ada pula gerakan yang menghindari tekanan-tekanan dari atas tadi dengan lari menjauhkan diri dari sentra kekuasaan dan pinghisapan. Di Jawa ada contohnya dalam gerakan Samin (Saminisme) , nama seorang petani yang memimpin gerakan protes dengan mengasingkan diri (Kartodirjo , 1973). Mungkin saja petani sekarang bukan saja mengasingkan diri namun mampu melawan.

Keempat , dari segi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah haruslah bersifat terbuka sehingga dengan hal tersebut akan lebih banyak petani yang mengambil keuntungan dari hal tersebut. Kebijakan tersebut tidak lagi merugikan para petani namun akan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

Sesungguhnya berbicara masalah kebijakan , perubahan terhadap kebijakan yang selama ini dilakukan terutama pada masa orde gres yakni kebijakan kebijakan yang bersifat top-down yakni kebijakan yang berasal dari atas , tanpa memperhatikan aspirasi dari bawah-masyarakat. Kebijakan tersebut haruslah dirobah dengan kebijakan bottom-up suatu bentuk kebijakan dari bawah yang memperhatikan kepentingan masyarakat. Suatu kebijakan yang sangat berarti bila dilaksanakan.

Akhirnya kedepan , bagi setiap komponen yang ada di negara kita ini. Mulailah sadar akan perlunya melihat kondisi para petani kita ketika sekarang ini. Mari kita tumbuhkan rasa prihatin kita terhadap nasib petani tersebut. Dengan adanya rasanya prihatin kita serta diiring dengan kebijakan , langkah riil dilapangan kedepan nantinya kehidupan petani akan lebih baik.