Penggunaan Jaring Cantrang Dan Bahayanya Untuk Nelayan
Sebenarnya jaring cantrang sudah dilarang sejak orde baru. Dan itu sudah ditegaskan oleh menteri Susi Pudjiastuti. Tetapi tetap saja membuat heboh para nelayan. Padahal penggunaannya jaring ini sebenarnya merugikan nelayan itu sendiri. Mungkin pertama nelayan akan senang mendapatkan banyak ikan. Tetapi selanjutnya ikan akan semakin sulit untuk didapatkan. Jaring ini tidak hanya mengangkut yang besar, tetapi juga dengan anakannya.
Baca :
Cantrang Sudah dilarang sejak Orde Baru
Susi Pudjiastuti Siap Laporkan Pencurian Ikan sampai PBB
Mari kita telusuri bersama , apa yang disebut jaring cantrang sehingga dilarang digunakan secara luas artinya dengan ketentuan hanya digunakan terbatas untuk melindungi sumber daya ikan ,sayangnya media tidak mèngulas dengan lengkap yang tujuannya mencerdaskan pèmbaca.
Kembali ke jàring !
Inilah soalnya, alat yang memiliki nama internasional demersial danish seine sebagai salah satu teknik dan metode penangkapan ikan yang ìkontroversialî kini kembali jadi pembicaraan karena muncul kehendak untuk dilegalkan.
Di satu sisi, oleh sebagian nelayan, jaring cantrang ini dihindari bukan saja karena anak keturunan dari trawl sehingga dilarang pemerintah melainkan juga dianggap menghancurkan sumber daya perikanan.
Yang tidak kalah menarik adalah, modifikasi terhadap trawl menjadikan ukurannya lebih kecil (mini trawl) berkembang pesat dengan berbagai nama lokal/daerah. Belum adanya standar baku penamaan termasuk standar baku desain dan konstruksi alat tangkap trawl telah menstimulasi kemunculan nama-nama lokal sebagai kamuflase untuk menghindari Keppres Nomor 39 Tahun 1980 tentang Pelarangan pengope rasian Trawl.
Inilah soalnya, meskipun sudah dilarang hingga 2014, pro-kontra di kalangan nelayan kecil tetap saja terjadi. Peraturan hanya tinggal peraturan, artinya walaupun telah ada pengaturan pelarangan trawl tersebut tetap saja dilanggar.
Buktinya trawl yang dilarang oleh keppres tersebut ternyata masih beroperasi dengan berganti nama. Sampai saat ini telah teridentifikasi ada 9 nama lain dari trawl yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah mencapai lebih dari 20.000 unit.
Kesembilan nama lain dari trawl adalah dogol, pukat tepi, otok, trawl mini, payang alit, sondong sambo, lampara dasar, jaring arad, dan cantrang. Meski sudah ada aturan mengenai pelarangan trawl, alat tangkap ini masih banyak berlalu-lalang.
Di Jateng ada ratusan kapal dari ukuran kecil sampai besar hingga 100 GT. Di Tegal saja ada 600 unit, di Kabupaten Pati, khususnya di seputar Juwana jumlah kapal cantrang sudah sekitar 300 unit. Di Pekalongan ada 87 kapal purse seine yang diubah menjadi kapal cantrang, dan masih banyak lagi cantrang-cantrang di daerah lain.
Dibidang pertanian ,
Dikenal untuk mempertahankan dan memelihara daya dukung dan kesuburan tanah . sehingga produktifitas terjaga , disamping itu diperlukan pula peningkatan kwalitas bibit, pupuk,, metode tanam agar panen melimpah.
Kembali kemasalah perikanan pesisir ,
Agar produktifitas terjaga maka yang diperlukan hanya menjaga produktifitas ikan dilaut, kelestarian sumber ikan harus terjaga .Untuk itu ikan biasanya hanya ditang kap sesuai ketentuan yang berlaku dan disepakati bersama agar panen ikan stabil , karena bila penangkapan ikan berlebihan akan berdampak buruk pada tahun-tahun berikutnya. Demikian pula dilarang memakai alat tangkap yang berpotensi menguras sumber daya laut karena menangkap semua jenis ikan, besar dan kecil mulai dari dàsar làut .
Berikut akan disajikan apa itu jaring cantrang dan akibatnya, kita telusuri bersama agar terang benderang , sebuah copy paste .
Alat yang memiliki nama internasional demersial danish seine sebagai salah satu teknik dan metode penangkapan ikan yang ìkontroversial kini kembali jadi pembi caraan karena muncul kehendak untuk dilegalkan.
Di satu sisi, oleh sebagian nelayan, jaring cantrang ini dihindari bukan saja karena anak keturunan dari trawl sehingga dilarang pemerintah melainkan juga dianggap menghancurkan sumber daya perikanan.
Alat tangkap ikan jenis trawl yang dilarang digunakan oleh nelayan (ANTARA/M.Ali Khumaini)
Jakarta (ANTARA News) - Kapal dengan jaring "trawl" atau modifikasinya seperti cantrang, dogol dan arad menjadi momok yang mengkhawatirkan bagi nelayan tradisional di sejumlah wilayah perikanan karena menguras potensi ikan.
Akibatnya kerap terjadi aksi menyerangan terhadap kapal itu. Baru-baru ini satu kapal pukat harimau (trawl) milik pengusaha asal Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dibakar nelayan di Pelapis, Kabupaten Ketapang Sabtu (10/1) sekitar pukul 09.00 WIB.
Nelayan setempat kesal karena sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk tidak menggunakan jaring "trawl" atau turunannya yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan setempat.
"Yang dibakar adalah kapal yang sudah pernah membuat pernyataan di atas materai, yang lain tidak dibakar," kata Kepala Desa Pelapis Rosiharnadi.
Konflik serupa juga terjadi di Bengkulu, karena sebagian besar nelayan meminta agar ada langkah tegas untuk menindak kapal dengan jaring "trawl".
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu kemudian mengumpulkan nelayan pengguna jaring "trawl" dan meminta mereka mengganti dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Ali Simatupang, nelayan Pulau Baai, meminta pemerintah memberikan izin agar nelayan bisa memodifikasi jaring "trawl" karena untuk membeli alat yang baru membutuhkan biaya yang tidak kecil.
Usulan itu langsung ditolak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Rinaldi. "Tidak ada modifikasi, selama pakai alat wings dan stick serta mesin penarik jaring maka itu disebut trawl," katanya.
Ia mengatakan, akibat penggunaan "trawl", pendapatan nelayan tradisional di Kota Bengkulu menurun drastis. Sebab, selain merusak terumbu karang, alat tangkap itu juga menangkap seluruh ukuran ikan, sehingga menghambat kelangsungan regenerasi ikan. Saat ini walau hanya ada 1.000 orang nelayan yang menggunakan "trawl", tapi dampaknya merugikan 23 ribu orang nelayan lainnya di provinsi tersebut.
Berbeda dengan di Jawa ,
Kondisi berbeda terjadi di Pantura Jawa, karena sebagian besar nelayan masih meng gunakan modifikasi jaring "trawl" seperti cantrang, dogol, lamparan dan arad. Hanya sebagian kecil saja menggunakan alat tangkap lain.
Di wilayah Indramayu sampai Cirebon, pada tahun 1995-an, operasi pembakaran jaring arad kerap dilakukan, namun kemudian berangsur semakin berkurang.
Saat ini penggunaan jaring cantrang oleh nelayan di Jawa Tengah semakin marak, bahkan angkanya mencapai 80 persen karena dianggap paling efektif untuk menghasilkan tangkapan yang banyak.
Cantrang adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan 2 (dua) panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek dan tali selambar panjang.
Rata-rata ukuran mata jaring cantrang yang digunakan adalah 1,5 inchi, dimana hal ini tidak sesuai dengan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2011 bahwa ukuran mata jaring cantrang yang diperbolehkan berukuran lebih dari 2 inci.
Kecilnya mesh size inilah dikhawatirkan akan mengganggu kelestarian ikan karena ikut menjaring ikan muda yang masih berpotensi untuk tumbuh dan bertelur.
Pelarangan cantrang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Permen KP nomor 2/2015, kemudian disambut demo besar-besaran nelayan di Pantura jawa khususnya di Jawa Tengah.
Ribuan nelayan yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta. Nelayan yang mayoritas berasal dari Jawa Tengah (Jateng) ini meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencabut larangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti cantrang dan jaring pukat (trawl).
"Nggak bisa dicabut. Kan di seluruh Indonesia tidak semua pakai cantrang," tegas Susi saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (26/02/2015).
Susi menegaskan tidak akan mencabut aturan tersebut karena dinilai sudah tepat. Masyarakat Jateng juga sudah diberikan waktu kompensasi 5 tahun perpanjangan penggunaan alat tangkap cantrang yang seharusnya tidak lagi digunakan sejak tahun 2009.
"Kan mereka sudah dapat (perpanjangan waktu penggunaan cantrang). Pelajari dari situ," kata Susi.
Bahkan Susi tidak khawatir atas ancaman para nelayan yang akan meminta Presiden Joko Widodo untuk melengserkannya dari kursi menteri. "Ya nggak apa-apa, silahkan saja," ujarnya sambil meninggalkan Hotel Aryaduta.
Pagi tadi, kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan dikeroyok oleh ribuan demonstran. Lebih dari 5.000 orang memprotes kebijakan yang dikeluarkan Susi.
"Kami ingin cantrang bisa digunakan, tidak dilarang. Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) tolong dengarkan kami, nelayan kecil yang mencari sesuap nasi," teriak salah satu orator aksi.
Demonstrasi ini menyebabkan jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat, ditutup total. Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan pun dijaga ketat oleh ratusan aparat kepolisian, yang bahkan menyediakan sebuah kendaraan anti huru-hara.
Sebenarnya, Pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 39/1980 telah melarang jaring trawl karena bisa membahayakan ekosistem laut, dan kembali ditegaskan melalui Undang-Undang Nomor 45 tahun 2010 tentang Perikanan
Sejumlah nelayan kemudian memodifikasi "trawl" menjadi cantrang, dogol dan lamparan karena hanya alat tangkap itulah yang paling efektif untuk menangkap ikan di perairan Laut Jawa.
Ketua Paguyuban Nelayan Batang Bersatu (PNBB) Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Siswanto, berharap pemerintah membatalkan larangan penggunaan pukat hela dan cantrang.
"Sebagian sebagian besar nelayan di Pantura Jawa menggunakan kapal cantrang. Dampaknya pasti nelayan akan menganggur termasuk mereka yang bergelut dengan perikanan tangkap seperti karyawan TPI dan pabrik pengolahan ikan. Di sini saja ribuan jumlahnya ," katanya.
Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) H Eko Susanto mengatakan, pelarangan cantrang sama saja dengan mematikan mata pencaharian nelayan.
"Kalau nelayan tidak melaut lagi, mereka mau dikemanakan? Mereka tidak punya keterampilan lain selain mencari ikan di laut. Modal tidak ada, apalagi skill. Belum lagi yang terkena imbasnya para bakul yang jelas tidak akan mendapatkan ikan dari nelayan," katanya.
Menurut dia, cantrang adalah alat kerakyatan karena paling efektif untuk nelayan dengan modal kecil, bahkan dengan sistem cantrang, muncul usaha filet.
Dengan jaring itu maka ikan-kan dasar (bottom fish) ataupun demersal fish dapat dengan mudah ditangkap, termasuk juga jenis-jenis udang (shrimp trawl, double ring shrimp trawl) dan juga jenis-jenis kerang.
Komposisi tangkapan cantrang antara lain ikan patek, kuniran, pe, manyung, utik, ngangas, bawal, tigawaja, gulamah, kerong-kerong, patik, sumbal, layur, remang, kembung, cumi, kepiting, rajungan, cucut dan lain sebagainya.
Hasil tangkapan inilah yang menghidupi tempat pelelangan ikan dan sejumlah pedagang di pasar ikan yang tersebar di Pulau Jawa.
Selain itu menurut nelayan, luas area sapuan cantrang terbatas dan tingkat pengadukan dan penggarukan dasar perairan relatif kecil.
Jaring cantrang tidak mempunyai kemampuan untuk bergerak saat menyangkut benda-benda dasar berukuran besar, seperti batuan karang sehingga tidak mengganggu ekosistem dasar yang biasanya merupakan tempat pemijahan ikan.
Dibanding "trawl", cantrang mempunyai bentuk yang lebih sederhana dan pada waktu penangkapannya hanya menggunakan perahu motor ukuran kecil. Ditinjau dari keaktifan alat yang hampir sama dengan trawl maka cantrang adalah alat tangkap yang lebih memungkinkan untuk menggantikan "trawl" sebagai sarana untuk memanfaatkan sumber daya perikanan demersal.
Untuk menjaga kelestarian ikan memang memerlukan pengertian dan kerjasama pemangku kekuasaan daerah , agar bersama-sama memberikan pemahaman kepada para nelayan perlunya alat tangkap ikan yang menjaga kelestarian ikan .
Didunia luar justru para nelayan yang aktif menjaga kelestarian ikan karena akan ber dampak langsung kepada kesejahteraan mereka .
Cantrang Sudah dilarang sejak Orde Baru
Susi Pudjiastuti Siap Laporkan Pencurian Ikan sampai PBB
Mari kita telusuri bersama , apa yang disebut jaring cantrang sehingga dilarang digunakan secara luas artinya dengan ketentuan hanya digunakan terbatas untuk melindungi sumber daya ikan ,sayangnya media tidak mèngulas dengan lengkap yang tujuannya mencerdaskan pèmbaca.
Kembali ke jàring !
Inilah soalnya, alat yang memiliki nama internasional demersial danish seine sebagai salah satu teknik dan metode penangkapan ikan yang ìkontroversialî kini kembali jadi pembicaraan karena muncul kehendak untuk dilegalkan.
Di satu sisi, oleh sebagian nelayan, jaring cantrang ini dihindari bukan saja karena anak keturunan dari trawl sehingga dilarang pemerintah melainkan juga dianggap menghancurkan sumber daya perikanan.
Yang tidak kalah menarik adalah, modifikasi terhadap trawl menjadikan ukurannya lebih kecil (mini trawl) berkembang pesat dengan berbagai nama lokal/daerah. Belum adanya standar baku penamaan termasuk standar baku desain dan konstruksi alat tangkap trawl telah menstimulasi kemunculan nama-nama lokal sebagai kamuflase untuk menghindari Keppres Nomor 39 Tahun 1980 tentang Pelarangan pengope rasian Trawl.
Inilah soalnya, meskipun sudah dilarang hingga 2014, pro-kontra di kalangan nelayan kecil tetap saja terjadi. Peraturan hanya tinggal peraturan, artinya walaupun telah ada pengaturan pelarangan trawl tersebut tetap saja dilanggar.
Buktinya trawl yang dilarang oleh keppres tersebut ternyata masih beroperasi dengan berganti nama. Sampai saat ini telah teridentifikasi ada 9 nama lain dari trawl yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah mencapai lebih dari 20.000 unit.
Kesembilan nama lain dari trawl adalah dogol, pukat tepi, otok, trawl mini, payang alit, sondong sambo, lampara dasar, jaring arad, dan cantrang. Meski sudah ada aturan mengenai pelarangan trawl, alat tangkap ini masih banyak berlalu-lalang.
Dibidang pertanian ,
Dikenal untuk mempertahankan dan memelihara daya dukung dan kesuburan tanah . sehingga produktifitas terjaga , disamping itu diperlukan pula peningkatan kwalitas bibit, pupuk,, metode tanam agar panen melimpah.
Kembali kemasalah perikanan pesisir ,
Agar produktifitas terjaga maka yang diperlukan hanya menjaga produktifitas ikan dilaut, kelestarian sumber ikan harus terjaga .Untuk itu ikan biasanya hanya ditang kap sesuai ketentuan yang berlaku dan disepakati bersama agar panen ikan stabil , karena bila penangkapan ikan berlebihan akan berdampak buruk pada tahun-tahun berikutnya. Demikian pula dilarang memakai alat tangkap yang berpotensi menguras sumber daya laut karena menangkap semua jenis ikan, besar dan kecil mulai dari dàsar làut .
Berikut akan disajikan apa itu jaring cantrang dan akibatnya, kita telusuri bersama agar terang benderang , sebuah copy paste .
Alat yang memiliki nama internasional demersial danish seine sebagai salah satu teknik dan metode penangkapan ikan yang ìkontroversial kini kembali jadi pembi caraan karena muncul kehendak untuk dilegalkan.
Di satu sisi, oleh sebagian nelayan, jaring cantrang ini dihindari bukan saja karena anak keturunan dari trawl sehingga dilarang pemerintah melainkan juga dianggap menghancurkan sumber daya perikanan.
Alat tangkap ikan jenis trawl yang dilarang digunakan oleh nelayan (ANTARA/M.Ali Khumaini)
Jakarta (ANTARA News) - Kapal dengan jaring "trawl" atau modifikasinya seperti cantrang, dogol dan arad menjadi momok yang mengkhawatirkan bagi nelayan tradisional di sejumlah wilayah perikanan karena menguras potensi ikan.
Akibatnya kerap terjadi aksi menyerangan terhadap kapal itu. Baru-baru ini satu kapal pukat harimau (trawl) milik pengusaha asal Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dibakar nelayan di Pelapis, Kabupaten Ketapang Sabtu (10/1) sekitar pukul 09.00 WIB.
Nelayan setempat kesal karena sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk tidak menggunakan jaring "trawl" atau turunannya yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan setempat.
"Yang dibakar adalah kapal yang sudah pernah membuat pernyataan di atas materai, yang lain tidak dibakar," kata Kepala Desa Pelapis Rosiharnadi.
Konflik serupa juga terjadi di Bengkulu, karena sebagian besar nelayan meminta agar ada langkah tegas untuk menindak kapal dengan jaring "trawl".
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu kemudian mengumpulkan nelayan pengguna jaring "trawl" dan meminta mereka mengganti dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Ali Simatupang, nelayan Pulau Baai, meminta pemerintah memberikan izin agar nelayan bisa memodifikasi jaring "trawl" karena untuk membeli alat yang baru membutuhkan biaya yang tidak kecil.
Usulan itu langsung ditolak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Rinaldi. "Tidak ada modifikasi, selama pakai alat wings dan stick serta mesin penarik jaring maka itu disebut trawl," katanya.
Ia mengatakan, akibat penggunaan "trawl", pendapatan nelayan tradisional di Kota Bengkulu menurun drastis. Sebab, selain merusak terumbu karang, alat tangkap itu juga menangkap seluruh ukuran ikan, sehingga menghambat kelangsungan regenerasi ikan. Saat ini walau hanya ada 1.000 orang nelayan yang menggunakan "trawl", tapi dampaknya merugikan 23 ribu orang nelayan lainnya di provinsi tersebut.
Berbeda dengan di Jawa ,
Kondisi berbeda terjadi di Pantura Jawa, karena sebagian besar nelayan masih meng gunakan modifikasi jaring "trawl" seperti cantrang, dogol, lamparan dan arad. Hanya sebagian kecil saja menggunakan alat tangkap lain.
Di wilayah Indramayu sampai Cirebon, pada tahun 1995-an, operasi pembakaran jaring arad kerap dilakukan, namun kemudian berangsur semakin berkurang.
Saat ini penggunaan jaring cantrang oleh nelayan di Jawa Tengah semakin marak, bahkan angkanya mencapai 80 persen karena dianggap paling efektif untuk menghasilkan tangkapan yang banyak.
Cantrang adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan 2 (dua) panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek dan tali selambar panjang.
Rata-rata ukuran mata jaring cantrang yang digunakan adalah 1,5 inchi, dimana hal ini tidak sesuai dengan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2011 bahwa ukuran mata jaring cantrang yang diperbolehkan berukuran lebih dari 2 inci.
Kecilnya mesh size inilah dikhawatirkan akan mengganggu kelestarian ikan karena ikut menjaring ikan muda yang masih berpotensi untuk tumbuh dan bertelur.
Pelarangan cantrang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Permen KP nomor 2/2015, kemudian disambut demo besar-besaran nelayan di Pantura jawa khususnya di Jawa Tengah.
Ribuan nelayan yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta. Nelayan yang mayoritas berasal dari Jawa Tengah (Jateng) ini meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencabut larangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti cantrang dan jaring pukat (trawl).
"Nggak bisa dicabut. Kan di seluruh Indonesia tidak semua pakai cantrang," tegas Susi saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (26/02/2015).
Susi menegaskan tidak akan mencabut aturan tersebut karena dinilai sudah tepat. Masyarakat Jateng juga sudah diberikan waktu kompensasi 5 tahun perpanjangan penggunaan alat tangkap cantrang yang seharusnya tidak lagi digunakan sejak tahun 2009.
"Kan mereka sudah dapat (perpanjangan waktu penggunaan cantrang). Pelajari dari situ," kata Susi.
Bahkan Susi tidak khawatir atas ancaman para nelayan yang akan meminta Presiden Joko Widodo untuk melengserkannya dari kursi menteri. "Ya nggak apa-apa, silahkan saja," ujarnya sambil meninggalkan Hotel Aryaduta.
"Kami ingin cantrang bisa digunakan, tidak dilarang. Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) tolong dengarkan kami, nelayan kecil yang mencari sesuap nasi," teriak salah satu orator aksi.
Demonstrasi ini menyebabkan jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat, ditutup total. Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan pun dijaga ketat oleh ratusan aparat kepolisian, yang bahkan menyediakan sebuah kendaraan anti huru-hara.
Sebenarnya, Pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 39/1980 telah melarang jaring trawl karena bisa membahayakan ekosistem laut, dan kembali ditegaskan melalui Undang-Undang Nomor 45 tahun 2010 tentang Perikanan
Sejumlah nelayan kemudian memodifikasi "trawl" menjadi cantrang, dogol dan lamparan karena hanya alat tangkap itulah yang paling efektif untuk menangkap ikan di perairan Laut Jawa.
Ketua Paguyuban Nelayan Batang Bersatu (PNBB) Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Siswanto, berharap pemerintah membatalkan larangan penggunaan pukat hela dan cantrang.
"Sebagian sebagian besar nelayan di Pantura Jawa menggunakan kapal cantrang. Dampaknya pasti nelayan akan menganggur termasuk mereka yang bergelut dengan perikanan tangkap seperti karyawan TPI dan pabrik pengolahan ikan. Di sini saja ribuan jumlahnya ," katanya.
Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) H Eko Susanto mengatakan, pelarangan cantrang sama saja dengan mematikan mata pencaharian nelayan.
"Kalau nelayan tidak melaut lagi, mereka mau dikemanakan? Mereka tidak punya keterampilan lain selain mencari ikan di laut. Modal tidak ada, apalagi skill. Belum lagi yang terkena imbasnya para bakul yang jelas tidak akan mendapatkan ikan dari nelayan," katanya.
Menurut dia, cantrang adalah alat kerakyatan karena paling efektif untuk nelayan dengan modal kecil, bahkan dengan sistem cantrang, muncul usaha filet.
Dengan jaring itu maka ikan-kan dasar (bottom fish) ataupun demersal fish dapat dengan mudah ditangkap, termasuk juga jenis-jenis udang (shrimp trawl, double ring shrimp trawl) dan juga jenis-jenis kerang.
Komposisi tangkapan cantrang antara lain ikan patek, kuniran, pe, manyung, utik, ngangas, bawal, tigawaja, gulamah, kerong-kerong, patik, sumbal, layur, remang, kembung, cumi, kepiting, rajungan, cucut dan lain sebagainya.
Hasil tangkapan inilah yang menghidupi tempat pelelangan ikan dan sejumlah pedagang di pasar ikan yang tersebar di Pulau Jawa.
Selain itu menurut nelayan, luas area sapuan cantrang terbatas dan tingkat pengadukan dan penggarukan dasar perairan relatif kecil.
Jaring cantrang tidak mempunyai kemampuan untuk bergerak saat menyangkut benda-benda dasar berukuran besar, seperti batuan karang sehingga tidak mengganggu ekosistem dasar yang biasanya merupakan tempat pemijahan ikan.
Dibanding "trawl", cantrang mempunyai bentuk yang lebih sederhana dan pada waktu penangkapannya hanya menggunakan perahu motor ukuran kecil. Ditinjau dari keaktifan alat yang hampir sama dengan trawl maka cantrang adalah alat tangkap yang lebih memungkinkan untuk menggantikan "trawl" sebagai sarana untuk memanfaatkan sumber daya perikanan demersal.
Untuk menjaga kelestarian ikan memang memerlukan pengertian dan kerjasama pemangku kekuasaan daerah , agar bersama-sama memberikan pemahaman kepada para nelayan perlunya alat tangkap ikan yang menjaga kelestarian ikan .
Didunia luar justru para nelayan yang aktif menjaga kelestarian ikan karena akan ber dampak langsung kepada kesejahteraan mereka .
Pemerintah perlu memberi pemahaman dan meningkatkan pengetahuan para nela yan untuk menjaga kelestarian ikan disamping teknologi paska tangkap ikan, untuk meningkatkan kesejahteraannya .
Untuk lebih jelasnya berikut dampak buruk dari penggunaan cantrang sebagai alat tangkap ikan:
Pertama adalah hasil tangkapan cantrang tidak selektif dengan komposisi hasil tangkapan yang menangkap semua ukuran ikan, udang, kepiting, serta biota lainnya. Biota-biota yang belum matang gonad dan memijah yang ikut tertangkap tidak dapat berkembang biak menghasilkan individu baru. Kondisi ini menyebabkan deplesi stok atau pengurangan stok sumber daya ikan, hasil tangkapan akan semakin berkurang.Kedua, biota yang dibuang akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan. Analisis stok sumber daya perikanan pun menjadi kurang akurat sehingga menyebabkan tidak sesuainya kebijakan pengelolaan dan kenyataan kondisi sumber daya perikanan.
Ketiga, pengoperasian cantrang yang mengeruk dasar perairan dalam dan pesisir tanpa terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi pemijahan biota laut. Meskipun Cantrang menghindari Terumbu Karang, tetapi kelompok-kelompok kecil karang hidup yang berada di dasar perairan akan ikut tersapu.
Keempat, sumber daya ikan di perairan laut Indonesia akan mengalami degradasi dikarenakan padatnya aktivitas penangkapan dari berbagai daerah termasuk dalam penggunaan alat tangkap cantrang. Fishing ground (lokasi penangkapan) nelayan akan ikut berpindah dan menjauh, serta biaya operasional penangkapan semakin tinggi.
Dengan adanya larangan penggunaan cantrang dan beralih ke alat penangkap ikan lainnya dapat meningkatkan penghasilan para nelayan. Meskipun jumlah tangkapan ikan memang menurun karena alat tangkap yang digunakan lebih selektif, namun nilai produksinya justru melonjak.